CaPer "RN285" Part III - Selesai
16. 10
Untuk kali kedua, aku mencicipi masakan para koki
didikan Sari Wijaya Rasa, Ciasem. Soal citarasa, menurutku, termasuk
kategori lumayan. Bumbu rempah-rempah yang merasuk dalam menu kering
tahu, bihun goreng, sayur lodeh, serta ikan bandeng pedas, ramah menyapa
ujung lidah. Bisa jadi,
dedicated resto, yang memang mengkhususkan diri melayani penumpang Sedya Mulya. Tak kujumpai bus lain sepanjang aku rehat di tempat ini.
Rombongan
kolosal para penumpang dari armada “RN 285”, Nucleus 3, AD 1461 CG,
serta armada Legacy Sky, AD 1435 CG, meramaikan acara makan bareng, yang
konon, menstimulus nafsu makan hingga membuat lahap saat menyantap
sajian yang dihidangkan.
16.55
Masih dalam nuansa sendu yang dilukis butiran-butiran gerimis, bus berkapasitas 38
seat melakukan
restart.
Laju kecepatan hanya naik turun di skala sedang. 70 km/ jam, itulah
yang terbaca pada speedometer Mega Pro yang sempat menyampinginya.
Sinar Jaya kode 42Y yang disalip di atas
flyover
Pamanukan bukanlah tolok ukur untuk menahbiskan sebagai bus cepat.
Agra Mas BM 012 Tangerang – Purwantoro sempat pula menyejajari dan malah
mengajak guyon
driver Sedya Mulya. Keduanya sempat tertawa terbahak-bahak oleh bahan gurauan untuk beberapa saat.
Guyup dan rukun
euy…
Rumah
Makan Taman Sari II Pamanukan tampak mulai menggeliat didatangi para
tetamu. Sekelebat bayangan Harapan Jaya Scorpion King, Gajah Mungkur
dengan bangunan berarsitektur Old Legacy serta Lorena New Travego OH
1525 menghiasi bentang parkiran.
Restoran Indorasa
kedatangan dua macan yang menempel di lambung PO Handoyo. Sedangkan RM
Uun juga masih menganggur, tak beda jauh kondisinya dengan RM Anugerah,
Sumur Adem.
Sahabat “Shangrilla” yang tengah
storing di
pojok halaman rumah makan-nya PO Garuda Mas, serta Pahala Kencana
“Nano-Nano” yang teronggok di kantor polisi Patrol memantulkan wasiat
akan kerasnya kehidupan di atas roda.
Kursi buncit
alias CB akhirnya laku di depan Pasar Patrol. Para awak senyum
semringah, bakalan ada bonus menanti sebab pendapatan sore itu melampaui
target.
Hiburan
musik tradisional etnik jawa diputar tayang. Bergantian tembang-tembang
jawa, mulai genre karawitan, mocopat, hingga campursari dilantunkan
para pesinden dan wiyaga dari grup campursari ringkes Sangkuriang asal
Mojogedang, Karanganyar.
Satu tembang Mocopat berjenis Asmaradana, syairnya begitu meresap dalam sanubari.
Gegaraning wong akrami ( Syarat/ modal orang membangun rumah tangga )
Dudu bandha dudu rupa (Bukan harta bukan rupa)
Amung ati pawitané (Hanya hati bekalnya)
Luput pisan kena pisan (Gagal sekali itu berhasil ya sekali itu)
Lamun gampang luwih gampang ( Jika mudah maka sangatlah mudah)
Lamun angèl, angèl kalangkung (Jika sukar maka teramat sukar)
Tan kena tinumbas arta (Tidak bisa dibeli dengan uang)
Oh,
so wise…
Kita sepatutnya respek dan
say thanks pada bus. Karenanya, dia bisa jadi wahana pelestari kesenian adiluhung warisan leluhur. Dia penyambung dinamika budaya bangsa.
Tiga
bus dari tanah Ciayumajakuning (Cirebon Indramayu Majalengka Kuningan)
sanggup ditaklukan. Bus ukuran sedang milik PO. Setia Negara
dipecundangi di depan “kompleks rumah masa depan” Eretan Kulon. Sedang
bigbus Setia Negara “Muslim” terpangkas jangkahnya menjelang
bypass Widasari. Dan satu lagi bus wisata tanpa nama berpelat Karisedan Cirebon, juga berhasil digusur
trap-nya.
18.40
Kembali
geng Agra Mas yang diwakili BM 007 menusuk secara lembut dari belakang
di daerah Kertasemaya. Sebagai parasetamolnya, Sedya Mulya menenggak PO
Jaya, Laksana Comfort, sebelum akhirnya berhenti di depan pasar sandang
Tegalgubug untuk mengangkut berkoli-koli paket.
Meski bukan berklasifikasi bus ambisius, nyatanya Gajah Kebayoran ber
nickname CBR jurusan Bima juga diungguli di Arjawinangun.
“Bus anyar tak malu-malu
in,” bisikku.
19.13
Gerbang Tol Ciperna disusupi.
Meski kondisi rata bangku
,
“Luxury Bus” ini tetap harus setor muka pada pengawas operasional
Cirebon. Berbarengan itu pula, si Warisan Langit yang dipunya PO Tunggal
Dara Putera mendaftarkan diri di Terminal Harjamukti. Agak asing
terlihat di layar retina tatkala
medium bus Sahabat jurusan Cirebon-Tegal-Semarang sedang mengantri keberangkatan di luar terminal.
Kelengangan
ruas Cirebon-Pejagan benar-benar dimanfaatkan pemilik pilar B
melengkung gubahan karoseri Malang ini. PO dari Medan, Antar Lintas
Sumatera (ALS) beranatomi Celcius didepak posisinya di wilayah Kanci.
Demikian pula Dewi Sri “Laredo”, menanggung nasib yang sama, dikudeta
di turut tanah Kecamatan Losari.
Kemacetan terjadi di Bulakamba
yang diskenaroi oleh kerusakan badan jalan di depan markas PO. Dedy
Jaya. “RN 285” hanya bisa mengelus dada menyaksikan Harapan Jaya “
smiley”, Dewi Sri kelas ekonomi serta Agra Mas bodi Ventura menggagahi jalur berlawanan.
Lepas
dari keruwetan, agresivitas yang sesekali dipertontonkan menuai
prestasi. BM 023 dan Langsung Jaya “Panorama 2” harus mengakui kehebatan
Super Jetbus.
Aku mulai kehabisan energi untuk mengganjal kelopak mata.
Soft suspension yang dirancang ulang oleh teknisi-teknisi Hino benar-benar menyurutkan efek kesadaran.
23.06
Eat area
yang bertengger di Jl. Raya Kuto Sari Km. 50, Gringsing, menjadi
persinggahan kedua. Rumah makan legendaris itu masih tampak semarak
menyongsong pergantian hari. Putera Mulya AD 1467 CG, Harta Sanjaya
“selempang clurit”, serta trio Sedya Mulya, masing-masing AD 1461 CG
jurusan Purwantoro, AD 1435 CG tujuan Pacitan serta AD 1719 AR,
mendonasikan kehiruk-pikukan itu.
Ada hal yang
membuatku tergelak sekaligus mengapresiasi kreativitas pengelola Rumah
Makan Kota Sari yang pada masa silam punya andil membesarkan nama PO.
Artha Jaya, Lasem. Yakni disediakannya fasilitas olahraga berupa
lapangan bola voli serta meja pingpong. Ekslusif dan tiada duanya,
bukan?

Aku manfaatkan
time out ini untuk menjamak sholat magrib berikut isya, merefresh pikiran sekaligus menyuntikkan
spirit baru bahwa rute perjalanan
antimainstream yang kulakoni masih panjang dan berliku.
25
menit berlalu, tiba waktunya alat angkut yang teregistrasi di Kantor
Samsat Kabupaten Wonogiri dengan nomor urut WNG-9530 itu meneruskan
kiprahnya. Aku pun terkantuk-kantuk kembali oleh tingkahnya nan lemah
gemulai.
Pendegradasian Kuda Tulungagung, AG 7023 US,
dari tampuk arteri Kota Kendal tak memancingku untuk terus berjaga
hingga destinasi akhir yang dirujuk. Sekali lagi, aku tertunduk dalam
peraduan.
01.04
Bunyi
knalpot yang menderu tatkala mendaki tanjakkan Jatingaleh, Semarang,
membantuku siuman dari ruang mimpi. Aku berlekas menyiagakan diri,
mengemasi barang dan tas
backpacker, kemudian melangkah pasti ke depan.
“Turun Sukun
nggih, Pak!” ucapku lirih.
Pada
akhirnya, episode cinta satu malam dengan “RN 285” telah mencapai
klimaks. Ada kepuasan yang tidak bisa diukur dengan formulasi
angka-angka usai berpeluh kebahagiaan menggaulinya. Ada bangga jadi
penyaksi bahwa karakter
civitas pelat AD…G perlahan melumer, mulai giat beradaptasi serta tekun berasimilasi dengan selera zaman.
Persaingan semakin ketat, tensi kompetisi meninggi. Yang malas berinovasi, berkreasi serta berimprovisasi dalam me
menej tata kelola perusahaan
otobus, niscaya akan tergilas guliran peradaban.
Aku pun kemudian
mudeng dan mafhum dengan gebrakan PO Sedya Mulya yang memeragakan jurus
gimmick marketing untuk mendongkrak reputasi berikut
value atas pesaing-pesaingnya.
Tak
perlu diperdebatkan manakala dia membetot perhatian calon konsumen
dengan label “New RN 285” pada armada-armada teranyar, mengecoh
keberadaan fakta sesungguhnya, bahwa sasis berikut mesin yang tertanam
masih era RK8JSKA-NHJ, dengan tipe
engine J08E-UF.
Who knows, sosok AD 1719 AR adalah
trigger buat manajemen untuk menerbitkan
purchase order bagi pembelian unit-unit “Real RN 285”, guna menambah kekuatan tempur skuadron
d’oranje from Wonokarto ini.

Semoga…